Jumat, 14 Mei 2010

ARTIS PANAS MENGGOYANG POLITIK 2010

Dunia Politik Indonesia 2010 menujukan indikasi unik. Artis Panas menggoyang politik 2010. Julia Perez tampil begitu percaya diri. Berkemeja putih ketat, kerahnya sengaja dibiarkan terangkat tak terlipat, Julia Perez sedang melakukan ‘pembelaan’ terbuka. Di sebelahnya, duduk Gusti Randa, bekas artis yang kini banting stir menjadi pengacara, dan aktif di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). 
 
“Gusti akan menjadi wakil Jupe bicara pilkada,” kata Julia Perez alias Jupe mengenalkan Gusti Randa dalam jumpa pers di sebuah mal di Bekasi itu. Dia kerap menyebut nama diri ketika berbicara dengan orang lain. Jupe rupanya bakal maju sebagai calon Wakil Bupati Pacitan, Jawa Timur. 

Dengan mata agak sayu, dia melanjutkan,“Jupe ingin memajukan Pacitan, pendidikan baik dan sejahtera sandang, pangan, papan”. Itu sebabnya Gusti Randa hadir di sebelahnya pada acara di awal April 2010. Bukan untuk bermain sinetron. Sebagai aktivis Hanura, Gusti tergerak membantu rekannya itu. Partainya mendukung Jupe.
Pertanyaan pun menyeruak.
Apa yang dicari Jupe, artis seksi tersohor, pada jabatan wakil bupati yang gaji pokoknya dari negara Rp 1,8 juta itu? 

Terkenal lewat iklan kondom yang menggoda, Julia tahu betul memanfaatkan lekuk tubuhnya di layar kaca. Bertualang lama di Perancis, Jupe pernah masuk nominator 100 top model di negeri dandan itu. Dia pernah menjadi model buat majalah beken gaya hidup lelaki, FHM dan Maxim. 

Namanya dikenal di Indonesia sekitar 2002. Tapi kini nyaris semua film hiburan, dengan adonan seks dan horor, memakai Jupe sebagai pemeran. Tercatat kurang lebih 20 film dibintangi Jupe sejak 2007 sampai sekarang. Jupe seperti sadar, bahwa tubuh yang permai adalah kekuatannya. “Julia Perez, alias Julia Ngeres”, begitu dia menyebut dirinya dalam satu dialog di film horor, Ter(e)kam (2010).

Lantaran namanya yang sohor itu, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Hanura,
Yuddy Chrisnandi, memilih Jupe sebagai “alat dongkrak” suara calon bupati yang diusung Hanura di Pacitan. Yuddy tak sembarang usul. Menurut survei independen, begitu kata Yuddy, Jupe cocok menjadi calon kuat Wakil Bupati. “Berpasangan dengan artis itu, tinggi elektabilitasnya," kata bekas politisi Golkar itu.

Lalu merayaplah Jupe ke panggung politik. Agar niat kian kuat, Hanura mencari dukungan dari tujuh partai. "Hanura sebagai pemimpin koalisi," ujar Yuddy. Tujuh partai itu, antara lain Partai Amanat Nasional, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Bulan Bintang, dan sejumlah partai yang gagal meraih kursi di DPRD Pacitan.

Tentu, suara sinis atas pencolanan Jupe pun menyebar. Di internet, dan juga lewat telepon seluler, beredar olok-olok bagi calon “Pacitan 2” itu. Gambar dia memakai bikini, dengan lekuk tubuh teraksentuasi maksimal, beredar dengan caption “Ini dia calon Wakil Bupati Pacitan”. 

Ada gambar lain, dan lebih “kurang ajar”. Di latar belakang ada sawah hijau membentang, para petani lagi bekerja, dan logo Pemda Pacitan. Tapi ada tulisan begini: “
Mari GENGGAM masa depan untuk Pacitan. Kecup mesra …Jupe”. Persis di dekat tulisan itu ada gambar Jupe berdiri. Dua tangannya bersilang menutupi buah dadanya yang telanjang.

Barangkali, apa yang belakangan disebut Jupe foto syur dia beredar sebagai black campaign itu, menggusarkan Bima Arya Sugiarto, Ketua Bidang Komunikasi Politik Partai Amanat Nasional. Bima kaget mendengar informasi PAN Pacitan mendukung Julia Perez. Pencalonan Julia Perez tak sesuai visi dan misi partai itu.  DPP PAN, kata Bima, sudah menghubungi cabangnya di Pacitan, dengan wanti-wanti tak lagi memunculkan wacana calon artis yang berkonotasi negatif. “Karena akan merusak nama baik PAN," kata Bima.

Pro dan kontra pun mencuat. Jika Bima Arya mengecam keras, Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Wibowo,membunyikannya lebih lunak. Partainya, kata Dradjat, tidak mendiskriminasi siapa pun. PAN hanya minta tiga syarat: integritas, kapasitas, dan elektabilitas. Jadi, tak soal dia artis atau bukan. “Sepanjang prosesnya memenuhi mekanisme organisasi, PAN akan mendorong seseorang maju dalam Pilkada,” ujar Dradjad. 

Jupe pun mulai belajar tenang menghadapi serangan. Beredarnya foto syur seperti tadi, kata Jupe, termasuk black campaign. “Biar orang yang melakukannya mendapat pahala,” ujar dia. Dia merasa haknya dilindungi hukum, dan akan tetap maju ke politik.

Sebelumnya, kasus seperti ini pernah terjadi pada Ayu Azhari, yang mau maju sebagai wakil bupati Sukabumi. Pencalonan Ayu akhirnya batal pada Februari 2010 silam, ketika foto syurnya beredar luas. Sebagian adalah cuplikan gambar Ayu dalam film “Without Mercy” (1995). Dalam cuplikan film itu, ada adegan Ayu berhubungan seks dengan lelaki asing.

Pencalonan Ayu yang tadinya didukung PDIP Sukabumi, tanpa ampun, akhirnya kandas.

***

BELUM kelar heboh Jupe, mendadak muncul Maria Eva, seorang artis yang sebetulnya kurang dikenal di layar lebar. Tapi, nama Maria pernah melejit di media massa tatkala video “saru”-nya dengan politisi Golkar Yahya Zaini beredar di masyarakat luas, tiga tahun silam.

Meski digosipkan didukung tiga partai, Maria mengaku hanya mengantongi satu, yaitu dari PAN. Dia digadang-gadang menjadi kandidat dalam pemilihan kepala daerah Sidoarjo, Jawa Timur. “Aku wisuda Kamis, Jumat dilamar oleh salah satu petinggi PAN Sidoarjo yang saat ini jadi calon,” kata Maria Eva kepada VIVAnews. Maria baru saja menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Lahir di Sidoarjo, pemilik nama asli Maria Ulfah ini, menyebut keluarganya sampai ke tingkat buyut pun lahir di sana dan dikubur di sana. “Kalau meninggal aku juga mau dikubur di Sidoarjo,” kata Maria Eva.

Tentu bagi Maria Eva, Sidoarjo yang berpendapatan daerah Rp 1,1 triliun pada 2009 itu, adalah kota penting. “Apa jadinya kalau Surabaya kalau tidak ada Sidoarjo. Banyak sektor yang bisa dibangun seandainya aku maju,” katanya. Dia lalu mengenang keindahan kota itu, masa kecilnya bermain di tambak, dan betapa nikmatnya bandeng Sidoarjo.

Tapi sayangnya, pencalonannya tak mendapat restu dari Dewan Pimpinan Pusat PAN. Setelah perdebatan keras, akhirnya PAN Sidoarjo tak lagi menandu Maria Eva. Mereka memilih Imam Sugiri. “Imam Sugiri yang diusung partai kami mengikuti Pemilukada 2010," kata Zainul Lutfi, Ketua Tim 9 Penjaringan Bakal Calon Bupati dan Bakal Calon Wakil Bupati Sidoarjo Dewan Pimpinan Daerah PAN Sidoarjo.

Tak ada alasan kuat mengapa PAN menolak Maria. “Aku nggak sempat nanya,” kata Maria Eva. Dia mengatakan salah satu Ketua PAN Sodaorjo adalah adiknya. Tapi dia enggan bertanya lagi. “ “Awalnya saya nggak punya obsesi jadi Sidoarjo 1 atau 2. Tapi, buru-buru meminang aku, buru-buru mereka lari, nggak apa-apalah. Namanya juga pesta demokrasi.”
Tapi meski belum ada yang mencalonkan, gairah Maria Eva tetap membara maju dalam pilkada nanti.

***

LATAR belakang sebagai artis “panas” rupanya membuat langkah para calon ini tak mudah. Misalkan, ada “hadangan” dari Jalan Medan Merdeka Utara, kantor Kementerian Dalam Negeri.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi akan merevisi Undang-undang Pemerintahan Daerah, terutama soal larangan cacat moral mencalonkan diri dalam pilkada. Gamawan lalu menjelaskan maksud cacat moral itu. "Orang yang sudah berzina tidak boleh menjadi bupati," kata Gamawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat 16 April 2010.
Dia meminta Komisi Pemilihan Umum lebih selektif. "Misalnya ada video berzina, itu tidak boleh. Harus dibatalkan oleh KPU. Ada 16 syarat (calon), misalnya dikenal dan mengenal. Saya dengar dulu ada video selingkuh, belakangan muncul, itu sebenarnya tidak boleh," kata mantan Bupati Solok dan Gubernur Sumatera Barat itu.

Gamawan mengakui 16 syarat calon Gubernur/Bupati masih belum cukup. Untuk itu perubahan Undang Undang nanti akan memasukkan syarat pengalaman. "Jadi tidak tiba tiba misalnya dia artis terkenal, tidak pernah berorganisasi, tidak pernah memimpin partai, tidak pernah DPRD, tiba tiba muncul jadi calon gubernur," katanya.
Apakah revisi ini untuk menjegal langkah Julia Perez maju di pilkada? "Nggak. Nanti marah Jupe sama saya," kata Gamawan.

Gamawan menambahkan, mereka yang menjadi kepala daerah punya tanggung jawab hukum, politik, moril memajukan daerahnya. "Kalau modal popularitas saja, apa itu pas," kata dia.
Kalangan parlemen tidak mendukung gagasan Gamawan ini. Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum misalnya menyatakan pada dasarnya di peraturan pilkada sudah ada persyaratan berkelakuan baik. Jadi tidak perlu sampai dibunyikan spesifik seperti itu (tidak pernah berzina). “Lagipula, bagaimana cara mengetes seorang calon pernah berzina atau tidak?" kata Anas.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo juga tak sepakat melakukan revisi UU Pemerintahan Daerah secara mendadak. Tjahjo menyatakan klausul moral seperti itu sudah menjadi pertimbangan partai politik, sehingga tak perlu memasukkannya lagi dalam undang-undang. “Apakah yang seperti itu pantas masuk undang-undang?” Tjahjo bertanya.

Bahkan Partai Keadilan Sejahtera yang berasas Islam pun tak setuju formalisasi itu. Mantan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, norma yang hendak diatur di undang-undang jangan multitafsir. Harus jelas indikatornya, agar tak kisruh belakangan. “Biarlah rakyat yang menilai soal moral si calon. Masyarakat kan juga sudah cerdas. Tak perlu pakai instrumen," kata Mahfudz yang terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Cirebon dan sekitarnya itu.

Lalu apa kata Jupe? Pernyataan Mendagri itu ditanggapinya santai. Dia tidak merasa cacat moral. Kalau pun aturan baru itu masuk dalam UU yang berlaku saat ini, Jupe yakin bakal lolos seleksi karena merasa tidak melanggar. "Saya tidak pernah melakukan perzinaan," kata Jupe.

Perlu diingat, kata Jupe, tidak mudah mengatakan seseorang berbuat zina. Setidaknya dibutuhkan keterangan, atau putusan dari pengadilan. Selain itu, menurut ajaran Islam harus dibuktikan minimal tiga saksi.
Sementara Maria Eva menyesalkan usulan Mendagri itu. "Omongan itu tidak ada dasarnya,” kata mantan Wakil Bendahara Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia, underbouw Partai Golkar, itu. “Semua warga negara mempunyai hak yang sama, baik itu pelacur sekalipun, untuk apapun," kata Maria Eva.

Soal video “saru”nya yang pernah menyebar luas, Maria menolak aksinya bersama Yahya Zaini itu disebut berzina. “Saya dulu nikah siri, dan kiai yang menikahkan kami mudah-mudahan masih ada," ujarnya kepada VIVAnews. Maria balik mengkritik. Kata dia, sebaiknya aturan bagi calon peserta pilkada tidak menyerempet ke urusan pribadi.
Baginya yang penting, "Tidak pernah menggeranyangi uang rakyat," ujar Maria Eva.

Lontaran Gamawan ini ditanggapi Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampouw, sebagai bentuk diskriminasi. Menurut pengamat Pemilu ini, sebaiknya hak warga negara ikut pilkada jangan dibatasi oleh aturan moral yang tak jelas indikatornya. Dia lebih suka menyerahkan persoalan moral itu kepada pemilih.
Jeirry juga yakin jika Julia Perez maju sebagai calon Bupati, belum tentu menang."Masyarakat sudah cerdas memilih siapa yang pantas jadi pemimpin mereka," kata Jeirry.

***

BENARKAH rakyat sudah cerdas memilih? Mantan Putri Indonesia, Angelina Sondakh, membuktikannya. "Kebetulan saya menulis tesis tentang 'Pengaruh Popularitas dan Kapabilitas dalam Elektabilitas'," ujar Angelina. "Dalam penelitian saya itu, terbukti pengaruh popularitas hanya menyumbang sekitar 16,3 persen terhadap tingkat keterpilihan."

Dalam diskusi 'Selebritas dalam Pilkada Bukan Sekadar Popularitas' di Gedung Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta, Rabu 14 April 2010, Angelina mencatat, dari sekitar 96 nama selebriti yang maju dalam pilkada, hanya sekitar 11 saja yang terpilih. Jadi, popularitas memang harus diimbangi oleh kapabilitas. "Masyarakat tidak akan memilih figur yang populer saja, tapi juga harus yang punya kompetensi," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu.

"Khusus untuk Jupe, saya yakin dia memang ingin maju, dan dia juga sadar bahwa populer saja tidak cukup. Oleh karena itu, ia menggandeng Gusti Randa sebagai think tank-nya," kata Angelina.

Tapi Peneliti Senior Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, menyatakan, artis masih bisa dipakai untuk merebut suara di pedesaan. “Ini merupakan paradoks dan realitas politik yang ada,” kata Burhan. Realitas ini terjadi karena ada keterputusan antara partai dengan massa. “Padahal massa yang mengambang sangatlah besar,” ujar Burhan. 

Apakah itu pula alasan Jupe dan Maria Eva memilih maju dari kabupaten, bukan perkotaan?
Tapi meski bukan perkotaan, dinamika Pacitan ternyata luar biasa. Misalnya, pada Rabu 21 April lalu, sekitar 20 organisasi kemasyarakatan termasuk Aisyiyah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Fatayat NU di Pacitan sepakat menolak Julia Perez sebagai calon dalam pilkada.
Aksi itu, kata klaim yang beredar, akan semakin membesar. 
Laporan: Tudji Martudji | Surabaya
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar