Senin, 01 Maret 2010

Google Pembuka Era Internet Global

Jika Anda sehari-hari terbiasa menggunakan internet, pasti sudah tidak asing dengan Google (www.google.com). Situs pencari informasi ini memang enak digunakan karena relatif cepat dan hasil pencariannya juga tidak terlalu meleset. Tak heran kalau kemudian semakin banyak situs yang berupaya mengikuti jejak kesuksesan Google.
Bukti kejayaan Google ini terbukti dari data keuangannya. Seperti dikutip situs New York Times Online, pengelola Google menyebut pihaknya sudah menikmati keuntungan selama sembilan kuartal berturut-turut. Ungkapan para eksekutifnya kepada dewan direksi Google adalah keuntungan akan naik dari sekitar US$300 juta di tahun 2002 menjadi US$ 750 juta atau lebih di tahun ini.
Keuntungan ini didapat dari para pengiklan yang rela membayar antara 21 sen hingga US$1,5 setiap kali iklannya diklik para pencari informasi di Google. Google memang menawarkan perusahaan untuk membeli dua baris teks yang muncul di atas tiap hasil pencarian. Model iklan yang lebih baru lagi adalah iklan dalam kotak dan ditempatkan di sisi kanan hasil pencarian.
Jika kembali ke awal pembentukannya, ide Google sebenarnya sederhana. Mereka membuat sebuah perangkat lunak yang memungkinkan pencarian halaman di internet sesuai dengan apa yang dimaui pengakses web.

Ide yang diberi nama link analysis tersebut juga bukan barang baru, tetapi para pendiri Google di tahun 1996, yaitu Sergey Brin dan Larry Page dari Universitas Stanford (AS) mengaplikasikannya secara global. Mereka berusaha menghubungkan semua halaman web yang ada. Dan dua tahun kemudian, Google sudah mulai bisa diakses publik.
Tentu saja Google juga memerlukan sumber daya manusia dan perangkat teknis yang besar. Sekarang mereka memiliki 800 karyawan untuk menangani 200 juta pencarian di web tiap harinya. Agar tidak kewalahan, Google malah sudah membangun sebuah komputer super yang tersebar dalam delapan pusat data.

Biasanya komputer super semacam ini digunakan laboratorium pemerintah untuk tugas berat seperti prediksi pola cuaca yang kompleks atau simulasi ledakan nuklir, sedangkan di Google, sistemnya dimanfaatkan untuk menjawab ratusan ribu pertanyaan secara bersamaan, dalam waktu kurang dari setengah detik.
Pengelola Google juga sudah tidak lagi memberikan data pertambahan sumber daya komputernya sejak 2001. Tapi beberapa pihak yang tahu banyak tentang sistem Google menyebut komputer super Google terdiri dari lebih 54 ribu server. Lalu di dalamnya terdapat sekitar 100 ribu prosesor dan 261 ribu disket. Jadi, bisa dibilang teknologi Google ini juga merupakan sistem komputasi terbesar di dunia.
Fungsi komputer tersebut adalah menjalankan serangkaian program aplikasi yang jenisnya sangat dirahasiakan. Aplikasi inilah yang merespons tiap pertanyaan yang masuk ke situs Google, sekaligus juga menayangkan iklan yang berhubungan dengan pencarian.
Dari sisi bisnis, langkah Google mirip dengan apa yang dilakukan nama-nama besar di Silicon Valley tempo dulu. Intinya mereka membangun dahulu basis teknologi yang kuat untuk bisnisnya sebelum kemudian menjual saham ke publik.

Sebut saja misalnya Intel di era 1970-an, Apple Computer dan Sun Microsystems di tahun 1980-an, ataupun Oracle dan Cisco Systems di tahun 1990-an. Mereka merebut pasar karena menawarkan paket teknologi menarik dan selalu meraup keuntungan.
Memang formula ini sempat ditinggalkan di pertengahan 1990-an, di saat menjamurnya bisnis dot-com yang berlomba-lomba menjual saham sebelum keuntungan masuk ke kantong mereka. Namun hasilnya, kebanyakan dot-com tadi kini sudah hancur bisnisnya. Google tidak bangkrut karena diisi para ilmuwan yang tahu teknis sekaligus bisnis.

Penantang mulai bermunculan
Kesuksesan Google ini secara tak langsung juga sudah mengangkat posisi situs webnya dalam berhadapan dengan portal lain yang menawarkan banyak layanan online dan konten digital. Portal biasanya berusaha mengikat pengunjung, sedangkan Google malah membiarkan pengaksesnya berpindah-pindah secara bebas. Google juga memicu situs penilai ranking bermunculan, seperti Alexa dan Google Pagerank, google juga menjadi sumber inspirasi bagi jejaring sosial seperti facebook dan twitter.
Yahoo sebagai portal paling populer mulai berusaha merebut pasar Google. Yahoo, misalnya, mengeluarkan bond US$750 juta bulan ini. Para analis memperkirakan Yahoo akan membeli saham di perusahaan saingan Google, Overture Services. Microsoft juga mulai memerhatikan Google, buktinya mereka giat membenahi kekuatan situs pencari MSN.
Menurut Microsoft yang juga menggunakan Overture untuk penanganan iklan pencariannya, kenaikan iklan di situs pencari cukuplah besar. Mulai dari perkiraan US$400 juta di tahun 2000 hingga US$1 miliar di tahun 2002.

Jika Microsoft sudah mulai ikut bersaing, wajar jika Google lalu berhati-hati. Mereka tidak mau bernasib sama seperti Netscape. Setelah mengalami kesuksesan saham perdana di tahun 1995, Netscape akhirnya kalah bersaing dengan Microsoft. Kini Netscape tinggal menjadi satu unit saja dalam lingkungan AOL.
Masih belum jelas apakah Microsoft akan coba memasukkan layanan pencarian komersial ke dalam sistem operasi Windows. Netscape sendiri terpuruk setelah jurus ini dipakai Microsoft semasa persaingan browser internet di era 1990-an.
Google juga mendapat saingan dari perusahaan lain yang mencoba mengimitasi sistemnya. Yahoo dan mesin pencari Ask Jeeves, misalnya, meniru kesederhanaan tampilan halaman Google, sedangkan perusahaan lain mencoba menawarkan tampilan informasi yang unik. Contohnya Vivisimo yang membagi pencarian ke sejumlah kategori. Lalu perusahaan kecil seperti Groxis dan Kartoo mengorganisasi informasi secara visual.

Google sendiri rupanya tidak mau bersaing langsung. Mereka malah berharap dengan membantu saingan mereka mendapat penghasilan iklan dan pengunjung lebih banyak, bisnisnya tidak lagi diganggu-ganggu. Menurut para pengelolanya, Google juga bisa bertahan jika terus terfokus pada pencarian web dan banyak berinvestasi di aplikasi dan perangkat keras terbaru.
Akan tetapi, karena kualitas pencarian memang sulit diukur kualitasnya, Google sadar jika bisnisnya terus dibayang-bayangi kompetitor baru ataupun dari saingan yang sudah ada sekarang.
Sebagai solusinya, Google diam-diam mengandalkan pada teknologi intelegensi buatan. Mereka berusaha memperbaiki kualitas pencariannya, melebihi formula pengurutan originalnya, dengan mengembangkan perangkat lunak yang mampu menebak keinginan penanya. Dasarnya adalah data base pertanyaan yang jumlahnya sudah mencapai jutaan. Tentu saja, di dunia akses web yang demikian mudah berubah, tidak ada kepastian kalau Google bakal meraih keuntungan untuk seterusnya.
Sumber : Media Indonesia (17 April 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar