Minggu, 28 Februari 2010

Museum Mainan Anak Era 80 di Bandung

Bandung - Tidak semua orang terlahir sebagai anak beruntung dengan segudang mainan mengelilinginya. Seperti halnya Aldo Ikhwanul Khalid (35). Kehilangan masa itu membuatnya tergugah untuk kemudian mengumpulkan 'harta' yang pernah tidak dimilikinya itu.
Jadilah Museum Mainan Anak Era 80'an yang didirikan tiga tahun lalu. Museum langka dan mungkin yang pertama di Indonesia. Secara spesifik menyimpan ragam mainan dari era tahun 1980-an.

Tapi jangan harap akan menemukan mainan tradisional. Adalah nuansa pop culture yang lebih kental karena didominasi mainan dari Jepang dan Amerika.



"Masa kecil saya di era tahun 80-an. Dan masa itu di sekitar saya termasuk kawan-kawan saya lebih banyak bersentuhan dengan mainan dari Jepang dan Amerika," ujar Aldo alumnus ekonomi Unpad ini. Selain itu menurut Aldo era tahun 1980-an bisa disebut sebagai masa keemasan atau golden age mainan. Di era ini perkembangan mainan lebih progresif dan beragam.



Sebut saja pada masa itu eranya starwars di Amerika atau voltus dari Jepang. Maka museum pun dibagi dua klasifikasi, ruang mainan Jepang dan Amerika.

Ada dua perbedaan mendasar dua jenis mainan ini. Mainan Jepang lebih kompleks, rumit dengan struktur komponen yang lebih banyak namun bisa dimodifikasi lebih kreatif dalam satu paket mainan. Sedangkan American's toys secara utuh menampilkan objek. Namun keasyikannya terletak pada keinginan untuk melengkapi tokoh-tokoh yang terlibat dalam mainan tersebut.

Ataupun produk mainan hasil Indonesiasi. Di mana tokoh-tokoh yang menjadi objek adalah figur Amerika dan Jepang tapi yang dibuat oleh orang Indonesia. Misalnya kartu kwartet, produk audio dari sanggar cerita juga komik.
Satu ruang lain, lebih tepatnya lemari digunakan untuk menyimpan mainan yang lebih umum tanpa berkiblat kepada Amerika atau Jepang. Di mana mainan-mainan ini juga sampai saat ini masih ada yang diproduksi. Rencananya, pojok ini akan dibuat menjadi replika toko mainan pada era yang sama.
"Mainan yang tertua dari akhir tahun 80-an sampai kira-kira koleksi tahun 1989-an," ujar Aldo. Sampai saat ini koleksi yang terkumpul baru berjumlah 1.100. Kemungkinan akan terus bertambah karena masih dalam proses.

Berkunjunglah. Maka mungkin akan membuka memori tentang masa-masa kecil kala itu. Seperti disebutkan Aldo museum ini juga adalah ruang penyesalan. Rasa sesal karena pernah tidak memiliki atau mungkin pernah kehilangan. Bahkan bisa menjadi nostalgia yang melemparkan ingatan pada masa itu.
Aldo menyimpan mainan-mainan tersebut dalam rak-rak kaca lengkap dengan keterangan tahun mainan tersebut dibuat.Ruangan museum yang sederhana bahkan terkesan sempit menjadi keistimewaan tersendiri. Berdampingan dengan tokonya Zero Toys yang dibuka lebih dulu pada tahun 1999.

Lokasinya di Jalan Sunda No 39A pun mungkin luput dari mata publik. Karena sama sekali tidak ada tanda yang menunjukan bahwa ada museum di dalamnya. Meski begitu, museum ini sudah mendapat pengakuan dari museum-museum lainnya di Bandung.
Tapi itulah tantangan yang diberikan. Seperti dikatakan Aldo harus dengan usaha agar bisa menemukan tempat ini. Untuk siapapun orangnya yang mungkin masa kecilnya ada di era tahun 80-an. Selamat bertemu dengan sahabat anda!

(Sumber: bandung-detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar